PT. Telkom Perluas Konservasi Terumbu Karang di Pulau Badul

PT. Telkom Perluas Konservasi Terumbu Karang di Pulau Badul

SUMUR.- Konservasi terumbu karang di kawasan Pulau Badul, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang kembali mendapat perhatian PT. Telkom Indonesia bersama Laz Harfa dan Forum Pelestari Terumbu Karang (F-PTK) Banten. Gerakan ini turut melibatkan nelayan dan juga komunitas alam yang ada di Pandeglang.

Konservasi ini merupakan gerakan kedua kalinya yang dilakukan. Gerakan pertama sudah dilakukan pada Agustus 2021 lalu dengan menanam sekitar 300 rak laba-laba terumbu karang di Pulau Badul. Kali ini, Telkom menyediakan sekitar 500 rak laba-laba secara bertahap.

Pengelola Program Sosial dan Lingkungan Community Development Center (CBC) Telkom Indonesia, Dian Lestari menerangkan, penanaman ratusan rak laba-laba terumbu karang ini merupakan upaya perluasan konservasi yang sudah digagas tahun lalu. “Karena kami merasa masih kurang melakukan rehabilitasi akibat pernah tersapu tsunami 2018. Jadi kami melakukan kegiatan yang kedua untuk mendukung pelestarian alam di Indonesia,” ujarnya usai peluncuran Program Perluasan Konservasi Terumbu Karang Kawasan Pulau Badul, di Kampung Ketapang, Desa Tunggaljaya, Kecamatan Sumur, Rabu (30/3/2022).

Dian menilai, konservasi terumbu karang ini tidak hanya bermanfaat untuk sektor pariwisata, tapi juga dapat meningkatkan produktivitas tangkapan nelayan. “Kita melihat lagi urgensinya, karena ini daerah yang punya potensi untuk pariwisata tapi rusak akibat salah satunya tsunami sehingga mengurangi produktivitas warga dari segi pariwisata, tapi juga penangkapan ikannya,” bebernya.

Dian menyampaikan bahwa sejalan dengan salah satu fokus program Telkom Indonesia pada bidang lingkungan, harapannya program ini dapat terus berkelanjutan untuk dapat mengembalikan dan memperbaiki ekosistem laut yang membawa banyak manfaat bagi lingkungan serta masyarakat sekitar. “Harapannya program ini dapat terus berlanjut dan bagaimana caranya untuk melakukan monitoring dan memaksimalkan potensi yang ada di sini sehingga mengembalikan ekosistem laut yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat,” tandas Dian.

Direktur Program dan Kemitraan Laz Harfa, Mamak Jamaksari menuturkan, konservasi terumbu karang tahun kedua ini adalah bentuk konkret melestarikan lingkungan sekaligus membantu nelayan dalam menjaga sumber mata pencahariannya.

“Soalnya, terumbu karang merupakan rumah bagi ikan mencari makan dan berkembang biak. Bila rumahnya rusak, maka populasi ikan akan menurun,” ungkapnya.

Mamak menerangkan, hal itu sudah dirasakan oleh nelayan di Sumur yang kini harus berlayar lebih jauh untuk mencari ikan, karena ikan di kawasan pesisir semakin minim. Mamak memandang, konservasi ini harus dilakukan secara masif plus melibatkan berbagai kalangan. “Nah, bagaimana kita selaku warga Banten bersama-sama mengembalikan, setidaknya mengurangi risiko kehilangan mata pencaharian nelayan supaya ikan-ikan bisa berkembang biak lagi,” ajaknya.

Koordinator F-PTK Banten, Nurwarta Wiguna menjelaskan, selama ini konservasi terumbu karang kerap luput dari perhatian. Padahal, terumbu karang adalah benteng pertama yang mereduksi gelombang laut dan mencegah terjadinya abrasi bahkan tsunami.

“Sementara saat ini, rumah bagi ratusan jenis ikan itu sudah lama rusak tanpa pernah diperbaiki. Tak heran jika saat ini nelayan semakin sulit mencari ikan. Selain akibat faktor alam, kerusakan itu juga terjadi karena nelayan menggunakan metode menangkap ikan tak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom ikan,” jelasnya.

Di tempat yang sama, seorang nelayan Sad’an mengakui bahwa terumbu karang di perairan Sumur mengalami kerusakan yang cukup parah, terutama pasca-hempasan gelombamg tsunami 3 tahun lalu. Sejak saat itu pula, tangkapan ikan nelayan selalu menurun. “Sebelum tsunami Alhamdulillah tangkapannya masih banyak. Tapi setelah tsunami menurun drastis. Cari lebih jauh juga belum pasti. Dulu sehari bisa ngantongin penghasilan rata-rata Rp300 ribu per hari. Sekarang paling besar Rp150 ribu per hari,” keluhnya.

Warga Kampung Ketapang, Desa Tunggal Jaya, Sumur itu menyambut baik gerakan rehabilitasi terumbu karang oleh berbagai kalangan sejak tahun 2020 lalu. “Bagus yah. Walaupun enggak berdampak langsung bagi nelayan saat ini karena pertumbuhannya kan lama yah, tapi bisa buat anak cucu kita nanti. Yang penting sudah ada upaya (rehabilitasi),” tutup dia.

PT. Telkom Perluas Konservasi Terumbu Karang di Pulau Badul

SUMUR.- Konservasi terumbu karang di kawasan Pulau Badul, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang kembali mendapat perhatian PT. Telkom Indonesia bersama Laz Harfa dan Forum Pelestari Terumbu Karang (F-PTK) Banten. Gerakan ini turut melibatkan nelayan dan juga komunitas alam yang ada di Pandeglang.

Konservasi ini merupakan gerakan kedua kalinya yang dilakukan. Gerakan pertama sudah dilakukan pada Agustus 2021 lalu dengan menanam sekitar 300 rak laba-laba terumbu karang di Pulau Badul. Kali ini, Telkom menyediakan sekitar 500 rak laba-laba secara bertahap.

Pengelola Program Sosial dan Lingkungan Community Development Center (CBC) Telkom Indonesia, Dian Lestari menerangkan, penanaman ratusan rak laba-laba terumbu karang ini merupakan upaya perluasan konservasi yang sudah digagas tahun lalu. "Karena kami merasa masih kurang melakukan rehabilitasi akibat pernah tersapu tsunami 2018. Jadi kami melakukan kegiatan yang kedua untuk mendukung pelestarian alam di Indonesia," ujarnya usai peluncuran Program Perluasan Konservasi Terumbu Karang Kawasan Pulau Badul, di Kampung Ketapang, Desa Tunggaljaya, Kecamatan Sumur, Rabu (30/3/2022).

Dian menilai, konservasi terumbu karang ini tidak hanya bermanfaat untuk sektor pariwisata, tapi juga dapat meningkatkan produktivitas tangkapan nelayan. "Kita melihat lagi urgensinya, karena ini daerah yang punya potensi untuk pariwisata tapi rusak akibat salah satunya tsunami sehingga mengurangi produktivitas warga dari segi pariwisata, tapi juga penangkapan ikannya," bebernya.

Dian menyampaikan bahwa sejalan dengan salah satu fokus program Telkom Indonesia pada bidang lingkungan, harapannya program ini dapat terus berkelanjutan untuk dapat mengembalikan dan memperbaiki ekosistem laut yang membawa banyak manfaat bagi lingkungan serta masyarakat sekitar. "Harapannya program ini dapat terus berlanjut dan bagaimana caranya untuk melakukan monitoring dan memaksimalkan potensi yang ada di sini sehingga mengembalikan ekosistem laut yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat," tandas Dian.

Direktur Program dan Kemitraan Laz Harfa, Mamak Jamaksari menuturkan, konservasi terumbu karang tahun kedua ini adalah bentuk konkret melestarikan lingkungan sekaligus membantu nelayan dalam menjaga sumber mata pencahariannya.

"Soalnya, terumbu karang merupakan rumah bagi ikan mencari makan dan berkembang biak. Bila rumahnya rusak, maka populasi ikan akan menurun," ungkapnya.

Mamak menerangkan, hal itu sudah dirasakan oleh nelayan di Sumur yang kini harus berlayar lebih jauh untuk mencari ikan, karena ikan di kawasan pesisir semakin minim. Mamak memandang, konservasi ini harus dilakukan secara masif plus melibatkan berbagai kalangan. "Nah, bagaimana kita selaku warga Banten bersama-sama mengembalikan, setidaknya mengurangi risiko kehilangan mata pencaharian nelayan supaya ikan-ikan bisa berkembang biak lagi," ajaknya.

Koordinator F-PTK Banten, Nurwarta Wiguna menjelaskan, selama ini konservasi terumbu karang kerap luput dari perhatian. Padahal, terumbu karang adalah benteng pertama yang mereduksi gelombang laut dan mencegah terjadinya abrasi bahkan tsunami.

"Sementara saat ini, rumah bagi ratusan jenis ikan itu sudah lama rusak tanpa pernah diperbaiki. Tak heran jika saat ini nelayan semakin sulit mencari ikan. Selain akibat faktor alam, kerusakan itu juga terjadi karena nelayan menggunakan metode menangkap ikan tak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom ikan," jelasnya.

Di tempat yang sama, seorang nelayan Sad'an mengakui bahwa terumbu karang di perairan Sumur mengalami kerusakan yang cukup parah, terutama pasca-hempasan gelombamg tsunami 3 tahun lalu. Sejak saat itu pula, tangkapan ikan nelayan selalu menurun. "Sebelum tsunami Alhamdulillah tangkapannya masih banyak. Tapi setelah tsunami menurun drastis. Cari lebih jauh juga belum pasti. Dulu sehari bisa ngantongin penghasilan rata-rata Rp300 ribu per hari. Sekarang paling besar Rp150 ribu per hari," keluhnya.

Warga Kampung Ketapang, Desa Tunggal Jaya, Sumur itu menyambut baik gerakan rehabilitasi terumbu karang oleh berbagai kalangan sejak tahun 2020 lalu. "Bagus yah. Walaupun enggak berdampak langsung bagi nelayan saat ini karena pertumbuhannya kan lama yah, tapi bisa buat anak cucu kita nanti. Yang penting sudah ada upaya (rehabilitasi)," tutup dia.